Sehingga sudah menjadi khuluk atau watak manusia, selalu tidak pernah merasa puas, amarah, dengki dan segala kondisi yang tidak menyamankan untuk dirinya pasti akan berpengaruh pada wilayah alam bawah sadarnya (Sigmund Freud).
Sedangkan budaya kekerasan masyarakat Indonesia akhir-akhir ini seringkali berangkat mengatasnamakan pembelaan agama tertentu, penegakan demokrasi dan yang pasti kesejahteraan menjadi pangkal dari semuanya.
Coba lihat kembali kasus-kasus kekerasan di pertengahan tahun 2008, tepatnya tanggal 24 mei, terjadi penggerebekan polisi ke dalam kampus Universitas Nasional Jakarta. Dimana polisi secara membabi buta melakukan tindakan represif terhadap mahasiswa Unas bukan hanya itu pengrusakan fasilitas-fasilitas kampus juga dilakonin polisi-polisi yang dikerahkan Polres Jakarta Selatan dan Polsek Pasar Minggu. Kasus ini bermula dari aksi penolakan beberapa mahasiswa Unas pada malam harinya di depan kampus. Kasus Unas ini juga disinyalir terkait lagi-lagi masalah kesejahteraan, dimana dalam kondisi rakyat yang sudah sangat susah, dibebanin lagi dengan kenaikan BBM.
Seminggu kemudian tepatnya tanggal 1 Juni 2008, terkesan terjadi pengalihan isu yang terus santer diberitakan selama seminggu di media-media massa, akhirnya berita tentang kekerasan kasus Unas mulai redup oleh kasus kekerasan baru di Monas. Yang mana melibatkan FPI (Front Pembela Islam) dan AKK-BB (Aliansi Kebangsaan untuk Keyakinan Beragama dan Berkeyakinan).
FPI yang merasa telah terjadi penistaan terhada Agama Islam oleh Ahmadiyah yang selalu mendapatkan pembelaan dari pihak AKK-BB, menyerang aksi massa AKK-BB secara brutal. Dan FPI-pun mempunyai pembelaan dimana kekerasan psikis (penistaan Agama) lebih menyakitkan dibandingkan kekerasan fisik yang telah dilakukan oleh oknum yang mengatasnamakan dirinya Laskar Umat Islam (Sub-ordinat FPI). Sudah seringkali kekerasan yang mengatasnamakan Agama terjadi di Bumi Pertiwi ini, ternyata fanatisme semu terhadap agama atau taklid buta masih menjangkit umat beragama di Negeri ini
Dan yang marak terjadi juga kekerasan atas nama demokrasi, pasca Reformasi digulirkan keran demokrasi sudah terbuka lebar. Kebungkaman yang terjadi selama orde baru sudah tidak ada lagi, kebebasan dalam bersuara, bersikap dan berserikat sudah dirasakan oleh banyak pihak sebagai kemerdekaan universal yang mutlak dimiliki setiap individu. Namun sayangnya kebebasan itu sangat kebablasan, hampir setiap hari terjadi aksi demonstrasi mahasiswa, buruh atau rakyat, kerapkali aksi dibumbui oleh kekerasan yang anarkis, brutal dan sudah melunturkan stigma kita sebagai bangsa Timur yang menjunjung tinggi budaya sopan santun. Belum lagi kekerasan akibat politik, konflik Pilkada, atau perebutan kekuasaan di kampus.
Hampir setiap hari kita disajikan oleh acara-acara televisi tentang berita kriminalitas di seluruh daerah Indonesia. Sebut saja Bang Napi, Buser, Sergap dan lain-lain, bahkan di bulan Ramadhan-pun, berita kriminal tidak pernah absen di layar kaca kita.
Semoga kekerasan-kekerasan dalam segala bentuk bisa menjauh dari kehidupan kita, karena segala yang berbau kekerasan tidak diterima di muka bumi ini. Merujuk pada filosofis maling dan pelacur, seorang maling tidak akan melakukan tindakan pencurian kalau haknya tidak dicuri, dan seorang pelacur tidak akan melacurkan dirinya kalau saja dia bisa menghidupi keluarganya dan keadilan sosial sudah terwujud tentunya.
Dan yang marak terjadi juga kekerasan atas nama demokrasi, pasca Reformasi digulirkan keran demokrasi sudah terbuka lebar. Kebungkaman yang terjadi selama orde baru sudah tidak ada lagi, kebebasan dalam bersuara, bersikap dan berserikat sudah dirasakan oleh banyak pihak sebagai kemerdekaan universal yang mutlak dimiliki setiap individu. Namun sayangnya kebebasan itu sangat kebablasan, hampir setiap hari terjadi aksi demonstrasi mahasiswa, buruh atau rakyat, kerapkali aksi dibumbui oleh kekerasan yang anarkis, brutal dan sudah melunturkan stigma kita sebagai bangsa Timur yang menjunjung tinggi budaya sopan santun. Belum lagi kekerasan akibat politik, konflik Pilkada, atau perebutan kekuasaan di kampus.
Hampir setiap hari kita disajikan oleh acara-acara televisi tentang berita kriminalitas di seluruh daerah Indonesia. Sebut saja Bang Napi, Buser, Sergap dan lain-lain, bahkan di bulan Ramadhan-pun, berita kriminal tidak pernah absen di layar kaca kita.
Semoga kekerasan-kekerasan dalam segala bentuk bisa menjauh dari kehidupan kita, karena segala yang berbau kekerasan tidak diterima di muka bumi ini. Merujuk pada filosofis maling dan pelacur, seorang maling tidak akan melakukan tindakan pencurian kalau haknya tidak dicuri, dan seorang pelacur tidak akan melacurkan dirinya kalau saja dia bisa menghidupi keluarganya dan keadilan sosial sudah terwujud tentunya.
- Iqlima Huraida Gara2 siapa y mas kekerasaN or pmbUnuHan p'tama t'jadi..??
hehe..=)
March 7, 2009 at 11:49am ·
Ismail Ar-Rumi Harun kekerasan yang mana yang dilakukan tanpa alasan yang keliru? semua kembali pada hukum kausalitas,tidak akan ada sebab tanpa akibat...
taqlid yang mana yang anda maksudkan? apakah yang dilakukan FPI salah,kalau iya, itu salah dimata siapa? ataukah mungkin anda yang belum memahami langkah perjuangan ini, sehingga anda mengatakan bahwa apa yg dilakukan FPI merupakan hal yang Taqlid..
March 7, 2009 at 6:23pm ·
NurFahmi Budi Prasetyo
makasih ya mas Ismail buat komentarnya, saya bukannya menyalahkan FPI, hanya menyayangkan kekerasan yang terjadi, memang kita Umat Islam di Indonesia membutuhkan peran kelompok yang membela Umat Islam seperti FPI ketika aparat hukum sudah t...See More
March 9, 2009 at 10:44pm ·
Ismail Ar-Rumi Harun sekarang kita membutuhkan sebuah gerakan radikal untuk memperjelas langkah perjuangan umat. kita tidak lagi membutuhkan sebuah gerakan yang bersifat absurd. satu langkah yang harus kita lakukan saat ini, yaitu bersatu untuk membubarkan MUI.. karena ulama kita saat ini, sudah sebagian besar terlalu dekat dgn penguasa,yang pada akhirnya kepentingan umat sudah tidak terpenuhi...
Salam Perjuangan....!!!
March 10, 2009 at 1:42pm ·
Tidak ada komentar:
Posting Komentar