Foto : http://bioetanolindo.blogspot.com |
Keberadaan bioetanol atau bahan bakar nabati (BBN), dipandang sebagai solusi terbaik melambungnya harga minyak dunia yang berimbas pada naiknya bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia. Ketua Perhimpunan Masyarakat Bio Energi Jateng, Soelaiman Budi Soenarto, mengatakan BBN bakal menjadi bahan bakar alternatif bagi masyarakat Indonesia, menyusul adanya kekhawatiran habisnya BBM dalam waktu dekat.
Dia menyebut untuk mendapatkan satu liter bioetanol, pengusaha menyiapkan 5 kg singkong atau 5 liter tetes tebu atau 4 kg biji jarak. “Komoditas sejumlah itu saat ini memang masih kurang, untuk masyarakat, terutama petani, mulai saat ini seharusnya lebih meningkatkan penanaman tiga produk penghasil bioetanol tersebut, “ jelasnya.
Prospek penggunaan bioetanol 80% untuk pengganti bensin sepeda motor dan mobil akan semakin bagus bila didukung kebijakan pemerintah. Misalnya, ada yang memulai proses pengolahan sampah organik menjadi bioetanol di tiap kota. Selain mengurangi polusi sampah, polusi udara akan berkurang karena asapnya tak mencemari lingkungan. Itu seperti membangun kilang minyak yang mudah dan murah.
Skema penyulingan bioetanol menjadi BBM (sumber: ristek.go.id) |
BBM Murah
Kelangkaan minyak tanah dan ketakutan masyarakat terhadap penggunaan tabung gas elpiji yang rentan meledak, sepertinya bisa diatasi dengan kreatifitas. Seperti dari sampah organik di pasar berupa buah dan sayuran ternyata bisa diolah menjadi bahan bakar alternatif. Melalui proses fermentasi dan penyulingan, Soelaiman Budi mencoba mengubah sampah tersebut menjadi bahan bakar pengganti minyak tanah.
Inilah sampah buah-buahan dan sayuran yang menjadi bahan dasar dari BBM alternatif pengganti minyak tanah. Ditemui indoPetro disela-sela acara Indo Bioenergi yang diadakan Kementerian ESDM, di Balai Kartini, Jakarta 24 Mei 2011. Soelaiman Budi, warga Karanganyar, Jawa Tengah ini mengatakan BBM alternatif kini banyak dimanfaatkan ibu-ibu rumah tangga. Pengolahan BBM alternatif ini dimulai menggiling sampah menjadi bubur, setelah diperas, air sari pati dicampur dengan enzim alfa amilase dan regilot yang kemudian diendapkan selama 5 hari. Sehingga terjadi fermentasi.
“Hasil fermentasi inilah yang kemudian disuling menggunakan empat drum hingga menghasilkan tetesan air yang mengandung gas. Hasil sulingan dengan kadar etanol 75 persen inilah yang dimanfaatkan menjadi BBM pengganti minyak tanah,” terangnya.
Menurut Soelaiman, seluruh bahan dasar BBM ini adalah sampah organik yang diambil dari pasar dan rumah tangga. Sampah-sampah ini mengandung glukosa dan hemilulosa yang menjadi bahan utama produksi gas bio etanol. 500 kilogram sampah bisa dihasilkan 75 liter BBM dengan harga 3000 rupiah perliternya. Namun jika satu liter minyak tanah hanya bisa bertahan satu hari, maka satu liter BBM alternatif ini bisa memasak hingga seminggu. Selain murah dan hemat, BBM alternatif ini juga ramah lingkungan karena tidak berasap.
Menurut Soelaiman, seluruh bahan dasar BBM ini adalah sampah organik yang diambil dari pasar dan rumah tangga. Sampah-sampah ini mengandung glukosa dan hemilulosa yang menjadi bahan utama produksi gas bio etanol. 500 kilogram sampah bisa dihasilkan 75 liter BBM dengan harga 3000 rupiah perliternya. Namun jika satu liter minyak tanah hanya bisa bertahan satu hari, maka satu liter BBM alternatif ini bisa memasak hingga seminggu. Selain murah dan hemat, BBM alternatif ini juga ramah lingkungan karena tidak berasap.
Manfaat bioetanol banyak sekali, selain itu juga praktis penggunaannya. Temuan Soelaiman Budi ini telah diuji ilmiah di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek). Diantaranya adalah, motor 2 tak dengan beban +/- 100 kg (2 orang) dapat dijalankan dengan bioetanol berkadar 80-85% dengan jarak tempuh 30-35 km dengan menggunakan bioetanol sebanyak 1 liter. Selain itu bioetanol kadar 80-85% tersebut juga mampu digunakan untuk motor 4 tak dengan beban yang sama dengan jarak tempuh 35-40 km/liter bioetanol.
Inovasi lainnya adalah, genset 1000 watt juga dapat dinyalakan dalam waktu 50 menit/liter bioetanol kadar 85% dengan beban pemakaian daya output 500 watt, sedangkan genset 2500 watt mampu menyala dalam waktu 30 menit/liter bioetanol kadar 85 % dengan beban yang sama.
Melihat begitu strategis dan potensialnya pengembangan energi alternatif. Semoga saja pemerintah dan pengembang bisnis bioenergi saling bersinergi, agar kedaulatan dan kemandirian energi bisa terwujud. Kita semua berharap ketergantungan terhadap energi fosil bisa disiasati dengan bioetanol atau energi alternatif lain yang lebih murah dan bersih. Nurfahmi/diolah dari berbagai sumber & wawancara dengan Soelaiman Budi
indoPetro Edisi Juni 2011 (Rubrik Petro Intech) |
indoPetro Edisi Juni 2011 (Rubrik Petro Intech) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar