Jumat, 10 Juni 2011

Energi Surya dan Angin: Ikhtiar Pemerintah Mengembangkan Energi Alternatif

Indonesia potensial dengan energi surya/angin, namun belum dimaksimalkan-(foto:jakarta45.wordpress.com)

Pemerintah mulai gencar untuk menggarap pemanfaatan energi surya dan angin. Melihat kondisi objektif yang terjadi, produksi dan terbatasnya cadangan minyak bumi  yang ada di Indonesia semakin jauh dari harapan ditambah lagi harga yang terus melambung.

Demikian disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh pada acara Seminar dan Pameran Indo Solar-Wind 2011, Balai Kartini, Jakarta (11 Mei, 2011).

"Kalau minyak bumi bisa habis (terbatas), sedangkan cadangan yang ada di laut dalam membutuhkan teknologi tinggi. Jadi, penting dan saatnya melakukan diversifikasi dan konservasi energi. Memperbesar porsi energi matahari dan angin," ucap Darwin.

Darwin mengatakan perlu adanya kesiapan untuk pengembangan energi matahari dan angin. Kedua energi tersebut merupakan energi alternatif yang bisa dijalankan.

"Memang komponen untuk listrik matahari masih banyak yang mahal dan impor. Maka itu harus dikurangi, perlu juga kerjasama dengan kampus dan pihak terkait lain untuk kembangkan itu," ucapnya. Ia menuturkan jika saja pengembangan energi alternatif bisa berjalan maka subsidi energi yang selama ini masih menguras kas negara pun bisa dihemat. 

"Subsidi energi masih ada, tapi kalau bisa kita hemat (melalui energi alternatif), dananya supaya bisa kembali ke tangki besar," tutur Darwin.

Selain itu, lanjut Darwin, melalui energi alternatif juga sebagai cara untuk melepaskan ketergantungan energi di dunia. Selama ini, dunia masih sangat bergentung dengan energi minyak. Dikatakan Darwin, pemerintah siap untuk bekerjasama dengan negara luar untuk mengembangkan hal tersebut.

"Yang paling penting, rasio elektrifikasi harus ditingkatkan (melalui energi matahari dan angin). Secara linier baru 11 tahun lagi rasio elektrifikasi bisa mencapai 100%, di 2014 baru 18% (bertambah). Sekarang kita sudah ada 67% untuk itu," jelas Darwin.

Seperti diketahui, pemerintah menyampaikan bahwa energi matahari dan angin merupakan energi terbarukan yang sedang dikembangkan saat ini oleh Pemerintah Indonesia. Mengingat potensi kedua energi ini dimiliki cukup besar dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Pemanfaatan kedua energi tersebut pun juga sesuai jika diterapkan di daerah-daerah Indonesia yang belum terjangkau oleh jaringan listrik PLN dimana penduduknya terkonsentrasi pada suatu tempat yang jaraknya antar rumah tidak berjauhan.

"Sesuai Peraturan Presiden No 5/2006, pemerintah tetapkan target pangsa energi terbarukan sebesar 17% di 2025. Bahkan saat ini ditargetkan lebih besar lagi untuk mencapai 25%," katanya. Menurutnya Indonesia memiliki visi 25/25 yang menekankan pada dua hal penting, yakni konservasi energi yaitu menekan laju penggunaan energi nasional dan diversifikasi energi yaitu memanfaatkan energi baru terbarukan.

Sesuai dengan visi energi 25/25 tersebut diharapkan energi matahari dan angin dapat memberikan kontribusi sebesar 0,6% atau setara dengan 16,3 juta SBM (setara barel minyak) pada tahun 2025.

Energi Baru Terbarukan Hanya Wacana

Sementara itu di tempat terpisah, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Mukhtasor menilai pemerintah masih sebatas wacana dalam menyikapi energi alternatif atau energi baru terbarukan (EBT). "Pemerintah terlalu banyak wacana, EBT yang dikampanyekan, tapi akhirnya macet itu berarti EBT masih sebatas wacana. Karena itu, pemerintah hendaknya langsung konkret dengan membuat roadmap (cetak biru) yang jelas, lalu melakukan pembahasan secara lintas departemen dan akhirnya membuat proyek percontohan dalam skala besar sekitar 1 megawatt," ungkapnya.

Lebih lanjut Mukhtasor menjelaskan proyek percontohan dalam skala besar dan berlangsung 2-3 tahun itu dapat dilakukan untuk energi baru terbarukan secara serentak yakni panas bumi, gas, angin, surya, dan energi laut.

"Kalau pembangkit untuk EBT itu ada buktinya, saya yakin industri akan tumbuh, karena masyarakat dan industri merasa yakin dan akhirnya pasar pun terbentuk," katanya.

Jika EBT dianggap mahal itu karena pelaksanaannya dalam skala kecil, sehingga kalangan bisnis juga enggan terlibat dan akhirnya menjadi mahal. Bahkan, pemerintah juga bisa membeli lisensi untuk energi surya, angin, laut, dan sebagainya, lalu dimasukkan dalam proyek PLN. 

"Artinya, energi surya itu menjadi program PLN untuk daerah kota, sedangkan energi listrik yang ada saat ini justru untuk daerah pelosok, karena EBT untuk pelosok itu tergolong mahal," cetusnya.

Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi ESDM, Luluk Sumiarso dalam sanggahannya menyatakan pemerintah saat ini sedang menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang EBT. "Dengan RPP EBT itu, kami akan memaksimalkan EBT melalui pengembangan EBT di tingkat lokal dan menciptakan pasarnya di daerah itu," katanya.

Menurut dia, pengembangan EBT itu sendiri akan dipilah dalam dua kategori yakni EBT untuk listrik (panas bumi, air, surya) dan EBT untuk bahan bakar (cair, padat, gas). "Pola marketnya juga akan dipilah, apakah untuk pribadi atau untuk dijual, misalnya dijual ke PLN. Nanti, semuanya akan diatur dalam RPP itu, sehingga produksinya tidak akan tergolong liar," katanya.

Seperti diketahui menurut data yang dihimpun dari Masyarakat Energi Angin Indonesia (MEAI), salah satu peluang pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/angin (PLTB) adalah adanya tuntutan global untuk mengurangi penggunaan energi yang menghasilkan polutan. Maka dari itu pengembangan energi surya dan angin dipandang perlu untuk menjadi prioritas program pemerintah dalam rangka mewujudkan kemandirian energi dan energi bersih, semoga. Bisa dibaca di Majalah indoPetro Edisi Juni 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar