Jumat, 03 Juni 2011

Panas Bumi, Energi Terbarukan Ramah Lingkungan


Energi Fosil VS Energi Non Fosil-(http://bungrizaljurnal.blogspot.com)

Potensi Energi Terbarukan Indonesia

Energi terbarukan merupakan energi yang memiliki laju produksi dan laju konsumsinya yang hampir sama (Bent Sorensen, 2000). Dengan kata lain, energi terbarukan memiliki kemampuan memperbaharui diri sehingga tidak akan pernah habis
.
Energi terbarukan mulai menjadi sorotan semenjak krisis energi terjadi di Indonesia. Pertama, harga minyak meningkat. Menurut grafik Reuters Eco Wh, harga minyak mulai melambung pada tahun 2003 dan mencapai puncaknya pada 2008 (sekitar 145 US Dollars per Barrel).

Kedua, terbatasnya minyak itu sendiri. Sebab, energi fosil memang tidak dapat diperbaharui sehingga dapat habis bila kita gunakan terus menerus. Menurut data EIA (Energy Internasional Annual), sejak tahun 2004, produksi dan konsumsi minyak di Indonesia sudah berada dalam posisi yang sama. Artinya, sejak itu pula, Indonesia telah menjadi importir minyak. 

Isu lingkungan pun menjadi alasan kita memalingkan wajah kepada energi terbarukan. Kala ini, pemanasan global menjadi isu yang sangat hangat. Pemanasan global menyebabkan berbagai dampak lingkungan seperti: hujan asam, naiknya temperatur bumi, perubahan iklim, kabut, dan lain - lain. 

Menurut data yang dihimpun indoPetro, pemanasan global terjadi karena gas-gas rumah kaca seperti: CO2, NOx, SOx, dan lain-lain. Gas-gas tersebut dihasilkan paling tinggi terutama karena pemakaian energi fosil. Saat ini, Indonesia menggunakan sekitar 62.33 persen energi fosil dalam mencukupi kebutuhan energinya.

Mengatasi masalah tersebut, energi terbarukan harus segera digunakan secepat mungkin. Energi terbarukan terdiri dari : Surya, Angin, Bio, Hydro, Geotermal, Laut, dan lain-lain. Memang, setiap energi tersebut memiliki kelemahan dan kekurangan. Seperti, Indonesia memiliki laju angin yang rendah sehingga efisiensi turbin angin akan rendah. Namun, apabila pemerintah mau mengkombinasikan semua itu Indonesia akan mampu mencukupkan sebagian besar energinya dengan menggunakan energi terbarukan.

Mengutip data Prof. Fauzi Soelaiman (Guru Besar ITB), Indonesia memiliki potensi untuk menggunakan energi terbarukan sekitar 11 persen pada 2025. Skenario paling optimisnya adalah Makro Hydro (2,4 persen), Geothermal (3,8 persen), Mikro Hydro (0,216 persen), Biofuel (1,335 persen), Tenaga Surya (0,02 persen), Angin (0, 028 persen), Biomassa (0,766 persen), dan Nuklir (1,993 persen). Bahkan Geotermal Energy Annual (GEA) dalam laporannya menyebutkan Indonesia merupakan satu dari 39 negara yang dapat menggunakan 100 persen Geotermal sebagai penggerak utama listrik di negaranya (GEA Report, Mei 2010).


Urgensi Panas Bumi Sebagai Energi Bersih Non Fosil

Ilustrasi Lapangan Panas Bumi-(bisnis-jabar.com)
 Namun, sampai sekarang pemakaian energi terbarukan masih tergolong sangat rendah sekali. Panas bumi, salah satu energi yang memiliki potensi paling besar di Indonesia sebagai contoh. Panas bumi merupakan energi yang potensinya sangat tinggi di Indonesia. Energi ini memiliki massa jenis energi yang tinggi, berkelanjutan, tidak dapat diekspor, serta Indonesia memiliki 40 persen energi Geotermal dunia sekitar 28.258 MW (Badan Geologi, KESDM, 2009). 

Bayangkan, 28.258 MW untuk kita gunakan sendiri. Pembangkit yang baru terpasang sekitar 1.189 MW dari (4 persen nya) dari potensi pembangkit yang terpasang sekitar 3.292 MW (Badan Geologi, KESDM, 2009) ditambah pemakaian langsung lain yang masih kecil.

Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia, 40 persen dari potensi geotermal dunia atau setra 28.000 MWe yang tersebar di 256 lokasi. Potensi panas bumi yang cukup besar itu menjadikan peluang bagi Indonesia untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap bahan bakar fosil lain yang cenderung selalu mengalami kenaikan harga dan bersifat tidak ramah lingkungan. Sayangnya, baru 1.189 MWe energi panas bumi yang dimanfaatkan. 

Panas bumi adalah panas yang berasal dari dalam bumi berupa energi panas yang terdapat pada batuan dan fluida (yang mengisi retakan-retakan dan pori batuan dalam bentuk air maupun uap) di dalam kerak bumi (crust). Energi panas ini di beberapa daerah dapat mencapai ke permukaan bumi, dapat berupa lava, mata air panas (hot spring), semburan air panas (geyser) dalam bentuk uap (fumaro), tetapi pada beberapa daerah lain, karena proses geologi, energi panas yang disebut panas bumi.

Keunggulan dari sumber daya panas bumi adalah sifatnya yang terbarukan dan ramah lingkungan, sehingga dapat menjadi energi andalan Indonesia di masa depan. Dirjen Energi Baru Terbarukan Kementerian ESDM Luluk Soemiarso mengeluarkan guyonan, bahkan Macan saja nyaman dengan pipa-pipa panas bumi. “Macan senang dan bisa tidur nyeyak di atas pipa panas bumi, kenapa kita manusia tidak senang terhadap pengembangan energi alternatif panas bumi?” ujarnya.

Senada dengan Luluk, Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan (Kemenhut) Darori juga mengatakan ada miss interpretasi Undang-Undang ESDM yang mengatakan panas bumi merupakan tambang. Namun setelah Kemenhut melakukan terobosan dengan merevisi Peraturan Pemerintah No. 68 Tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, panas bumi dikategorikan sebagai jasa air.

“Perintah Presiden dan Menteri Kehutanan, kalau memang dibutuhkan, tidak merusak, dan ramah lingkungan. Maka dalam hal pengembangan panas bumi akan segera dilakukan terobosan-terobosan terkait perizinannya,” jelas Darori.

Sementara itu di tempat terpisah Koordinator Lapangan Uji Coba Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Mini BPPT Suyanto mempresentasikan kepada indoPetro salah satu hasil penelitian BPPT yakni teknologi pemanfaatan energi panas bumi untuk membantu proses budidaya jamur. Teknologi ini sudah terbukti secara teknis dan keekonomian dapat diterapkan. Uap atau steam berasal dari sumur-sumur yang sudah tidak digunakan untuk memasok pembangkit listrik. Selain itu, dengan teknologi ini, telah terbukti pula kualitas jamur yang dihasilkan lebih baik daripada jamur yang dibudidayakan secara konvensional (dengan solar atau diesel).

“Prinsipnya, energi panas bumi bisa menghemat penggunaan solar yang merupakan energi fosil dalam budidaya jamur, kopra, kopi dan hasil kebun lainnya yang selama ini masih bergantung pada minyak bumi,” ungkap Suyanto.

Selain itu, panas bumi dalam penggunaannya tidak habis atau terbuang. Panas bumi yang diolah menjadi energi listrik itu perpaduan uap panas dan air. Untuk menghasilkan energi listrik, hanya membutuhkan uap panas, sedangkan air kembali diinjeksi ke dalam bumi untuk mendukung proses berkelanjutannya. Lebih lanjut Suyanto menambahkan, dengan pemanfaatan energi panas bumi. Cost environment rendah sekali dibanding dibangun dengan diesel yang menyumbang banyak emisi karbon monoksida.

Melihat begitu banyaknya manfaat dari energi alternatif panas bumi, sudah seharusnya semua pemangku kepentingan sektor energi untuk semakin gencar mengembangkannya. Mengapa kita harus menunggu sampai krisis energi berkelanjutan dan perubahan iklim akibat pemakaian energi fosil berlebihan baru kita beralih ke energi alternatif? Semoga dengan pengembangan panas bumi ini, Indonesia bisa memaksimalkan potensi energi alternatif yang terbukti lebih bersahabat dengan lingkungan. Nurfahmi (indoPetro Edisi Mei 2011)

indoPetro Edisi Mei 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar