Kamis, 26 Mei 2011

Hubungan Sistem Multipartai Dengan Stabilitas Pemerintahan Presidensial: Studi Kasus Kabinet SBY-JK

Tulisan ini adalah Kesimpulan dari skripsi penulis yang telah diuji pada 28 Desember 2009
Parpol 2009-kpu.go.id



Setelah menganalisa, mendeskripsikan, dan mengkaji dengan metode penelitian kualitatif dan pengolahan data dari berbagai cara. Seperti: studi kepustakaan serta wawancara dengan pengamat dan aktor politik, maka penelitian dengan judul Hubungan Sistem Multipartai Dengan Stabilitas Pemerintahan Presidensial: Studi Kasus Kabinet SBY-JK dapat disimpulkan bahwa:

Sistem kepartaian multipartai, yang disandingkan dengan sistem presidensial dalam tata kelola pemerintahan di Indonesia dewasa ini telah menimbulkan berbagai macam permasalahan terkait stabilitas pemerintahan presidensial. Logika sederhananya, banyaknya partai dalam legislatif (parlemen) mengakibatkan terjadinya polarisasi atau fragmentasi politik yang berpengaruh terhadap stabilitas dan efektifitas pemerintahan. Karena setiap eksekutif (pemerintah) ingin menjalankan kebijakannya selalu dihadang, ditentang atau dikritisi tanpa solusi yang konstruktif.

Yang perlu dicermati adalah Indonesia sebagai negara berkembang, bisa dikatakan sebagai negara paling demokratis ke tiga di dunia. Terbukti berhasil melaksanakan Pemilihan Umum Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung, walaupun masih menyisakan berbagai permasalahan di dalamnya. Yang paling esensi adalah demokrasi bukan sebagai tujuan namun sebagai alat untuk mencapai tujuan tersebut. Dan saat ini permasalahannya, alat yang bernama demokrasi itu terkadang bisa juga menjadi penghambat bagi proses mewujudkan masyarakat adil makmur yang sejahtera seperti yang dicita-citakan.

Atas nama demokrasi, Indonesia berhasil menutup keran otoritarianisme (sentralistik) pada Orde Baru dan berganti wajah menjadi fase Reformasi (1998), sudah lebih sepuluh tahun masa transisi ini berjalan. Atas nama kebebasan, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kemerdekaan dalam berserikat, berpendapat dan bersikap. Tercatat dalam sejarah pasca Reformasi 1998, Indonesia sudah mengalami tiga (3) kali Pemilihan Umum (Pemilu), Pemilu 1999 (48 partai), 2004 (24 partai) dan 2009 (hingga penulis menulis tulisan ini). Dan telah mengalami amandemen (perubahan UUD 1945) sebanyak empat kali, sehingga wajah perpolitikan di masa Reformasi ini sudah sangat berbeda dibandingkan Orde Lama dan Orde Baru.

Namun, semua kegemilangan prestasi di bidang politik (tata kelola Negara) dalam semangat perubahan yang dikemas selama ini belum juga berhasil mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat. Dikarenakan elit politik kita masih saja terjebak pada cara berfikir (mindset) bagaimana merebut dan mempertahankan kekuasaan, bukannya melayani dan mensejahterakan rakyat.

Kombinasi antara sistem presidensial dengan sistem multipartai yang sedang berlangsung dalam Pemerintahan SBY-JK 2004-2009, menimbulkan kerancuan dan menurut banyak pengamat merupakan hal yang sulit dan problematis. Scott Mainwaring (1990;1993). Seperti problematik relasi antara DPR (legislatif) dan Pemerintah (eksekutif).

Keregangan antara Presiden dan Wakil Presiden, sering terjadi karena conflict of interest bisnis kelompok. Permasalahan basis dukungan dan polarisasi politik di parlemen, masalah inkonsistensi dukungan partai politik mitra koalisi pemerintah di parlemen, dan yang paling substansi adalah pemerintahan presidensial periode SBY-JK 2004-2009 menganut semi-presidensial dikarenakan praktik presidensialisme yang berlangsung mempunyai rasa (taste) parlementarisme.

Partai Politik dalang gonjang-ganjing politik?

Indonesia mempunyai sejarah panjang dalam proses sistem kepartaian dan sistem pemerintahan sejak awal kemerdekaan 1945 hingga saat ini. Pada fase demokrasi parlementer, Indonesia menganut sistem pemerintahan parlementer yang mana kepala pemerintahan adalah seorang Perdana Menteri. Namun karena usia kabinet parlementer yang selalu hanya seumur jagung dan mengakibatkan instabilitas politik, yang berujung pada gonjang-ganjing politik ketika fase itu.

Hingga akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada 1959, yang intinya kembali kepada UUD 1945. Dan menegaskan bahwa Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial dimana Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Maka tamatlah sudah riwayat sistem kepartaian multipartai dan sistem pemerintahan parlementer. Rezim itu bernama Demokrasi Terpimpin, di bawah pemerintahan Presiden Soekarno yang menginginkan penyederhanaan partai saat itu. Menurut Soekarno, menjamurnya partai politik merupakan penyebab terjadinya konflik politik yang besar.

Dan zaman Orde Baru, dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto yang mempunyai semangat ”pembangunan sebagai panglima” dan menomorduakan politik, mengikuti jejak pemikiran Orde Lama yang tetap menginginkan penyederhanaan sistem kepartaian. Hingga terjadilah fusi partai-partai politik menjadi tiga (3) partai saja. Soeharto mempunyai gagasan seperti ini, karena penempatan pembangunan ekonomi sebagai prioritas mensyaratkan satu hal yakni keamanan dan stabilitas. Adapun pihak yang paling sering menjadi tertuduh dari instabilitas dan keributan di Indonesia pada rezim sebelumnya adalah partai politik.

Kemudian fase Reformasi 1998, telah terjadi perubahan besar pada iklim demokratisasi di Indonesia. Dimana keran kebebasan berserikat, berpendapat dan berekspresi dibuka sebesar-besarnya, sehingga menumbuhkan hasrat para tokoh politik, agamawan, pengusaha dan kalangan intelektual untuk bangkit menggapai kekuasaan lewat parpol.

Presiden Habibie yang hanya seumur jagung usia pemerintahannya telah berhasil melakukan berbagai agenda perubahan dalam kehidupan politik di Indonesia, salah satunya pemilu 1999 yang diikuti 48 parpol, dan produk dari pemilu 1999 adalah menguatnya peranan DPR dan pemerintahan Abdurrahman Wahid-Megawati Soekarno Putri yang notabenenya merupakan representasi dari manifestasi banyak partai politik.

Gus Dur yang didukung oleh kekuatan poros tengah berhasil menjadi Presiden RI ke empat, sedangkan Megawati sebagai Wakil Presiden merupakan Ketua Umum PDI-Perjuangan yang telah memenangkan Pemilu 1999. Namun karena banyaknya jumlah fraksi atau parpol yang ada di parlemen sehingga terjadi polarisasi dan fragmentasi politik dan banyaknya kebijakan kontroversial dari pemerintahan Gus Dur mengakibatkan terjadinya pemakzulan (impeachment) terhadapnya. Dan Megawati sebagai Wapres atas keputusan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) ketika itu menggantikan posisi Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI yang ke lima (5) dan Hamzah Haz sebagai Wakil Presidennya.

Pada pemerintahan Megawati terjadi banyak perubahan amandemen UUD 1945, seperti kedudukan MPR, DPR, DPD, dan yang paling fenomenal adalah ketika masa pemerintahan Megawati berakhir. Indonesia untuk pertama kalinya berhasil melangsungkan Pemilihan Umum Presiden secara langsung tahun 2004, dan hasil dari Pilpres 2004 itu adalah pemerintahan SBY-JK yang notabenenya SBY sebagai Presiden berasal dari partai yang hanya memperoleh suara jauh dibawah partai pemenang Pemilu. Sehingga terjadi tarik-menarik kepentingan politik yang besar baik di parlemen maupun di kabinet, posisi JK sebagai Wapres SBY merupakan Ketua Umum Partai Golkar yang telah memenangkan pemilihan umum legislatif dan secara otomatis sebagai pemegang saham terbanyak di dalam parlemen.

Dalam implementasi penerapan pemerintahan presidensial, Kabinet SBY-JK selalu terhadang oleh pengawasan dari legislatif. Dimana mengakibatkan inefisiensi dan inefektifitas pemerintahan, padahal idealnya dalam praktik presidensialisme sangat sulit dikombinasikan dengan sistem multipartai. Karena selain menimbulkan fragmentasi dan polarisasi juga akan menganggu kinerja pemerintahan, dan yang perlu digaris bawahi adalah hubungan kelembagaan antara eksekutif dan legislatif yang selama ini banyak kerancuan dalam penerapannya, harus segera dibenahi agar bisa mewujudkan pemerintahan presidensial yang stabil.


 Faris Biji MANTAB YANG PAKARNYA....
  • January 15, 2010 at 9:57pm ·

  • Luqman Kareem Ow...
    jadi Ini skirpsi yang di bilang oleh Bapak Penguji Dedy Irawan MS.i Sperti Tesis S2...
    :)

    January 16, 2010 at 7:49am ·

  • NurFahmi Budi Prasetyo ‎@ ayis: klo pakar blm'lah. maqom ane msh pengamat amatiran. @ luqman: hehe..pdhl normatif n standar bgt ya tum
    January 16, 2010 at 11:33am via Facebook Mobile ·
  •  
    NurFahmi Budi Prasetyo ‎@bunda: trims yah bwt jempolnya. bunda kpn nh sidangnya? ane tnggu d JCC yah! hehe..
    January 16, 2010 at 11:35am via Facebook Mobile ·

  • Luqman Kareem bgus bgd tum..
    bang dedy mang g salah blng gtu,.
    ane tinggal nunggu skripsi ente di prbnyak nd ane beli di grmedia or gunung agung..

    January 16, 2010 at 12:14pm via Facebook Mobile ·
  •  
    NurFahmi Budi Prasetyo ah lebay ente tum, emang paling bisa dah...hehehe...trims yah...
    January 16, 2010 at 2:24pm ·
  •  
    Galih Prasetyo bahkan; bisa jadi, ini sebetulnya hiper-tesis....melampaui skripsi dan tesis..........^_^
    January 18, 2010 at 4:36pm ·
  •  
    NurFahmi Budi Prasetyo ‎@ galih: nh lg hiperlebaaaayyyyy.......dibandingkan ente ma lukman, ane ga ada apa2nya....
    ane perlu belajar banyak ma ente2

    January 19, 2010 at 12:25am ·



2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. http://www.sayangi.com/daerah1/read/2766/kpu-sudahkah-nama-anda-tercatat-di-dps

    BalasHapus