Kamis, 01 Desember 2011

Rudi Rubiandini: 2012 Titik Balik Produksi Minyak Nasional


Rudi Rubiandini - Foto Adi Wijaya
 
Gelar Guru Besar Teknik Perminyakan ITB dan dosen teladan versi mahasiswa perminyakan ITB memang layak dimandatkan kepadanya. Walaupun sekarang menjadi Pejabat BPMIGAS, pembawaan sebagai pengajar dan pendidik masih sangat menonjol ditampilkan Rudi Rubiandini, Deputi Pengendalian Operasi BPMIGAS.

Kesan seperti itulah yang tersirat dari Rudi saat diwawancarai oleh indoPetro: seakan-akan kami Nurfahmi Budi Prasetyo (Reporter) dan Adi Wijaya (Fotografer), seperti mendapatkan perkuliahan Migas. Semangatnya yang menggebu-gebu, walaupun baru pulang kerja, tidak tampak kelelahan sama sekali pada dirinya. Padahal, waktu sudah menunjukkan jam 10 malam saat kami kunjungi kediamannya di daerah Tebet, Jakarta Selatan, (9/10/2011).

Berikut wawancara indoPetro dengan mahasiswa terbaik ITB 1984 ini, mengenai evaluasi (kaleidoskop) produksi Migas 2011 dan apa harapannya untuk 2012:

Terobosan apa yang Anda lakukan, dengan kapasitas sebagai Deputi Pengendalian Operasi BPMIGAS?

Saya lakukan pertama kali adalah mapping, pemetaan dari pekerjaan (extending) yang belum sempat dikerjakan sebelumnya. Mapping rencana jangka panjang yang bisa menyelamatkan industri migas. Fisiknya itu dilengkapi: mapping jual beli gas kemana dan darimana saja peruntukkannya, peralatan migas dimana saja berserakan, kemudian dimiliki siapa saja. 

Sehingga, apabila semua mapping dimiliki, maka saya tahu kalau diperlukan pengembangan lapangan tertentu bisa bersama-sama dengan lapangan lain: alatnya dimana, pipanya lewat mana, bila perlu ada sharing facility (peralatan dipakai bersama KKKS), toh itu nanti jadi milik negara. 

Ditambah pula, setelah mapping kita bisa tahu berapa banyak opportunity, jadi mapping bukan hanya hari ini: tapi kapan selesainya onstream pekerjaan itu, kapan keluarnya gas dan tahun kapan semua dipetakan. Sehingga kita tahu, di tahun kapan dan ada apa pekerjaannya. 

Untuk masa depan Migas kita yang lebih baik, bagaimana effort-nya?

Seperti yang ramai dibicarakan dan diharapkan produksi dari Blok Cepu, itu karena minyak Cepu akan mulai beroperasi awal 2014. Dan pembangunan baru selesai hingga 2013 akhir. Ingat, Cepu itu satu-satunya lapangan minyak, padahal kita punya lapangan lain yang bukan minyak, melainkan lapangan gas yang juga akan onstream banyak sekali, tapi biasanya orang tidak care dengan itu. 

Sambil menggelontorkan data, Rudi menjelaskan satu-satu cadangan terbukti migas dari beberapa lapangan (Red): Lapangan minyak Banyu Urip, 165 ribu BPH. Untuk gas: Peciko (170 mmcf), Gajah baru (125 mmcf), Terang Serasun (300 mmcf): itu (Gas Terang Serasun) ke Jatim semua, tidak ada yang diekspor. Kemudian Sumpal, Sebuku (70 mmcf), Donggi Senoro, Husky, Matindo (70 mmcf), IBD, Jimbaran, Masela (400 mmcf): artinya dari 12 yang akan onstream sampai 2016, hanya satu yang minyak, yang lain gas.

Ini berarti, era dari minyak yang produksinya selalu anjlok memang tergantikan era gas. Jadi, paradigma kita dari minyak ke gas, konsentrasi kita bukan hanya utak-atik terus oil yang memang receivenya juga mengecil: tapi kita punya harapan yang besar dari gas. 

Karena penemuan minyak cuma sedikit, menyebabkan produksinya selalu turun. Dan ada paradigma lain: kontrak dari gas eksport berkurang sedikit-sedikit. Walaupun kemarin ada tambah dari Tangguh (kebanyakan dari eksport), tapi kita harus berfikir domestik yang selalu naik (20 persen setiap tahun), jadi ada perubahan dari eksport ke import (domestik). Kenapa domestik ini mentok cuma disitu saja? Masalahnya, tidak ada FSRU: karena gas dari Papua tidak bisa diboyong ke Jakarta, apalagi gas yang dari Natuna dan Kalimantan.
Oleh karena itu konsepnya, jangan pakai pipa untuk mengangkutnya, karena berat (mahal), jadi gunakan LNG (FSRU). 

Oleh karena itu, kita berfikir: ketika kita ingin memenuhi buyer dari teller, yang paling penting adalah infrastruktur. Infrastruktur itu bukan hanya berfungsi untuk mentransfer, kalau nanti Arun dikonvert jadi alat untuk menerima gas, bukan hanya memproduksikan seperti dulu, karena banyak tangki yang tersedia, bisa saja sebagai cadangan gas: maka dia berfungsi sebagai bulog gas. Semua gas itu lewat pipa atau LNG dijual, kita tidak pernah punya tabungan, nah tabungan itulah bulog gas. Bulog gas itu konsepnya: kita mungkin ada kebutuhan gas hari ini bertambah, ambil dari Arun, kalau kelebihan, kita import gas atau suplai gas dari Bontang belum terpakai, simpan dulu. 

Apa yang menjadi kendala pada 2011, kok produksi bisa sampai anjlok drastis (900 BPH)?

Saya berfikirnya jangka panjang, bukan untuk memenuhi cerita 2011, lupakan saja (2011) yang penuh dengan accident: terbakarnya kapal Lentera Bangsa (CNOOC) yang kehilangan produksi 16 ribu BPH dari 164 sumur: yang harus dimatikan karena tidak alat Floating Production Storage and Offloading (FPSO). Untuk 164 sumur, bayangkan sulitnya mengebor sumur sebanyak itu setengah mati, ini dengan mudahnya mati. Sekarang, sesudah saya ambil jalan pintas (emergency), digantikanlah itu FPSO dari tempat lain, dan hasilnya dipakai untuk memproses, akhirnya listriknya diambil dari berbagai tempat. Dan bisa terselamatkan sampai 10 ribu, itupun tidak bisa tetap, kadang turun 8 ribu, karena listriknya tidak memenuhi.

Belum kita punya turn around (perbaikan pipa, kompressor, pigging /membersihkan pipa, dsb), dalam dua bulan belakangan ini di Lapangan Total yang memang sudah terjadwal lama, begitupun di PHE ONWJ, Santos di Jawa Timur: bayangkan ada yang 7 ribu, 6 ribu, 16 ribu, 5 ribu, dijumlahkan 30 ribu barrel sendiri hilang opportunity. Namun, itu baru potensinya yang hilang, minyaknya nggak kemana-mana. Pada 2012 nanti, itu semua akan kembali. 

Rencana ke depan, untuk mencapai produksi minyak nasional 1 juta BPH?

Rencana saya: 930 ribu (2012), 970 ribu (2013), langsung 1 juta 10 ribu (2014), baru setelah 2014 selalu diatas 1 juta BPH. Pemikiran jangka panjang ini, tidak mudah kalau tidak dilengkapi dengan pemetaan dimana peralatan yang onstream, dan mana yang harus kita bereskan. Sehingga, pada 2012-2013 dipastikan alat, fasilitas, sumur, dan kepala sumur ada. 

Dan itu untuk menarik 2013, perlu tendernya kapan (6 bulan), pembangunan (1 tahun), HSE (6 bulan), total rata-rata 2 tahun. Jadi, harus disiapkan dari sekarang. Terutama 2012, yang sedang berjalan kita suntik untuk dipercepat. Maka, kita berharap 2012 jadi titik balik kenaikan produksi nasional, dan 2014 selalu diatas 1 juta BPH. 

Itu dari minyak, kalau gas grafiknya selalu naik dan akan terus dipertahankan. Dan saya masih punya tabungan, sampai 2016 ada 16 project untuk gas. Ke depan tidak perlu ada ekspor gas, karena FSRU sudah siap. 

Pada 2012, perkembangan dan upaya kita untuk meningkatkan produksi minyak adalah: (Lihat Tabel1) kita selalu pakai range (jangkauan), ini kalau alamiah -12%, kemudian kita berusaha membuat pengeboran baru, peralatan dan WP&B diperbaiki, dsb, sehingga dapatnya -2% seperti yang sekarang terjadi. -2% itu setelah diantisipasi dan berhasil pada 2010 produksi kita 945, 2011 cuma 900, namun masih diatas upaya -2%.

Sebenarnya kalau sekarang masih 900, oke-oke saja tuh menurut bisnis. Tapi kan, harapannya kita selalu diatas 1 juta, yah gak bisa-lah. Nah kalau kita akselerasi (grafiknya menekuk), supaya range-nya 930 namanya optimasi, yang kuning 950 itu namanya best effort. Itu yang dipakai pemerintah, katanya tahun depan targetnya 950. 

Tapi kalau kita (KKKS dan BPMIGAS), yang bisa terjadi benaran 930 (optimasi). Kemudian, 2013 (940-970), dan 2014 (980-1 juta). Dan sejak 2014, kita pertahankan hingga diatas 1 juta, karena saat itu Blok Cepu sudah jalan (produksi).

Jadi 2012, untuk mencapai 930 ribu BPH mestinya sesuatu yang tidak terlalu sulit tercapai. Dari 930 ribu-1 juta BPH, dalam waktu 3 tahun dengan asumsi ada tambahan masing-masing: 2012 (30ribu), 2013 (30), dan 2014 (30). Tapi, tambahan 30 ribu itu sesuatu yang menurut saya titik balik grafik tadi. 

BPMIGAS selalu tertuduh menjadi kambing hitam atas kegagalan tercapainya target produksi, tanggapan Anda?

Nggak mungkin kita mencapai target 945 BPH pada 2011, itu bukan masalah. Karena itu target pemerintah, dan sejarah dari dulu (10 tahun terakhir), antara APBN dan pencapaian itu berkisar 93-96% (itu boleh disampaikan ke publik). Tahun ini, paling hanya mencapai 94%. Tahun lalu (2010) paling hebat, bisa sampai 98%. 2011 ini memang 94%, namun itu masuk range (jangkauan) rata-rata. 

Yang jadi masalah bagi kita, bukan tercapai atau tidak targetnya, kalau mau tercapai buat saja target kecil. Kalau kita sudah maksimum tapi target dibuat besar, tetap saja nggak tercapai. Yang paling penting adalah menukik tadi, dalam kecenderungan kita turun, bagaimana supaya itu tidak terjadi, sebagaimana dulu kita bikin gas menekuk. Sehingga nanti kalau dijumlahkan hitungannya: oil and gas dicampur (Oil and Gas Barrel Equivalen).

2012 nanti, bagaimana strategi BPMIGAS? 

Harapan jangka panjang (lihat tabel2), pada 2012 kalau do nothing (tidak melakukan apapun): paling produksi kita 821 BPH, karena akan turun secara alamiah -12% tapi dengan upaya decline hanya 2%. Dan 2% decline itu setara ada penambahan 93 ribu, inilah hasil upaya BPMIGAS dengan segala perbaikan WP&B, AFE, pengontrolan, dsb. 

Adapun kita berusaha mencoba tambahan lain dari: POD (14 ribu), lapangan yang sudah disetujui pengembangannya, POP, sumur eksplorasi, Pre-POD; POD belum disetujui tapi sedang dalam proses (2 ribu), dan EOR (5 ribu). Bayangkan, itu hanya berapa, orang mengejar-ngejar dan menganggap itu sesuatu yang hebat, padahal yang hebat upaya kita hingga bisa sampai 93 ribu (rutinitas kita). Ada lagi Out Of The Box; contohnya, kita minta ke MCL yang seharusnya 2014, 165 ribu BPH, tahun ini harus tambah 5 ribu dengan cara kasih alat dan fasilitas. Terus, Jambi Merang dan PetroChina gabung saja peralatannya, biar Jambi Merang nggak perlu nunggu 2014, masukin aja ke PetroChina yang ada, akhirnya produksi bertambah 6 ribu. Tapi Out Of The Box ini harus diusahakan, karena diluar kebiasaan.

Bukankah itu melanggar PSC?

Sebenarnya bukan melanggar. Contohnya begini: PetroChina sudah membangun, pakai uang dia, di-cost recovery, tiba-tiba Jambi Merang masuk, nah terus uangnya punya siapa? Pasti PetroChina menolak, agar tidak menolak kita duduk dan diskusikan bersama.  Contoh lain, ExxonMobil Oil kita suruh menambah peralatan 5 ribu barrel supaya produksi naik, kalau dia bilang, “Saya lagi konsentrasi menaikkan produksi sampai 160-an lebih, jangan ganggu.” Jadi, itu nggak gampang. 

Apa lagi masalah yang biasa menghambat upaya untuk mencari tambahan produksi, seperti yang Anda paparkan tadi?

Kalau yang saya paparkan itu semua terjadi, target 950 bph pada 2011 mungkin saja bisa tercapai seperti yang diminta pemerintah. Tapi, please! Bantu kami hey pemerintah untuk mau meloloskan ini (POD, Pre-POD, POP, sumur eksplorasi, out of the box, dan percepatan EOR), dan ini nggak gampang. Termasuk pembebasan lahan yang selama ini susah di Caltex, dsb. Kalau itu tidak terjadi, ini yang terkurangi. Tiba-tiba ada kapal-kapal yang tidak bisa berbendara Indonesia dalam waktu singkat, ini juga yang mengakibatkan produksi berkurang.

Menteri kelautan atau perhubungan mengatakan, cabotage akan tetap berlaku sampai 2013. Tapi sebelum 2013, kami perpanjang 3 (tiga) bulan. Demi 3 bulan, kan tidak semua nyaman. Itu yang meresahkan investor, dan mereka enggan berinvestasi. Menurut mereka lebih baik di Afrika atau TImur Tengah yang lebih mudah bagi kapal-kapal asing. Memang investor bisa kita atur, ya enggak dong, kan mereka yang punya uang, dan kemana uangnya itu pergi.


Rudi Rubiandini (Deputi Pengendalian Operasi BPMIGAS) - Foto: Adi Wijaya indoPetro

Dengan Menteri ESDM baru, apakah Anda optimis kebijakan di industri hulu migas bisa lebih baik?

Saya optimis sekali, pertama kali saya jelaskan kepada beliau tentang Lapangan Gajah Baru, hanya dalam waktu 3 (tiga) jam beliau mengerti. Dan langsung perintahkan untuk dibuatkan konsepnya. Saya buatkan konsepnya, kemudian saya sampaikan ke Ibu Dirjen. Baru diproses bagian hukum dan pakai kopnya Menteri, dengan konsep dari saya. Mangkanya, waktu konferensi pers, Pak Jero sampaikan: “Saya baru seminggu, dan saya mengambil keputusan. Sekarang kita berikan ini untuk PLN 40 juta standar kubik feet.” Waktu itu beliau lancar sekali ngomongnya, padahal saya di pundaknya membisiki, (canda Rudi, sambil terkekeh-kekeh-Red). Jadi, dulu untuk satu kebijakan bisa berminggu-minggu. 

Namun sekarang Pak Jero cepat mengambil keputusan yang strategis namun tepat sasaran. Keputusan dasarnya memang ada di Wamen ESDM, Pak Widja, karena beliau yang lebih mengerti. Dan Wamennya, teman saya. Jadi kedepan ada sinergisitas koordinasi yang baik antara ESDM dan BPMIGAS.

Harapan untuk 2012, bisakah lebih baik dari 2011?

Nah, peta-peta yang diuraikan diatas akan saya kumpulkan, dengan harapan 2012 jadi titik balik naiknya kembali produksi minyak, walaupun belum seperti yang digembor-gemborkan 1 juta BPH.  Saya belum berani 1 juta BPH, tapi saya janji 2012 akan lebih baik dari 2011. 

Dan ketika itu tertekuk (grafik naik), itu bukan kerjaan mudah. 2012 mulai menekuk, lama-lama akan tercapai seperti target di 2014. Perhitungan saya 2014 pasti tercapai, dan tidak mungkin kita turun lagi dibawah 1 juta BPH. 2012 mulai naik, 2013 mendekati, dan baru 2014 goalnya. Karena produksi migas tidak bisa langsung keluar cepat, namun bertahap. Nurfahmi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar