Selasa, 06 Desember 2011

Kontrak Migas Berasaz Keadilan & Kepastian Hukum


Penulis: Dr. Ir. A. Madjedi Hasan, MPE, MH. Penerbit: Fikahati Aneska, Jakarta, 2009.

Migas merupakan komoditas yang sangat dibutuhkan untuk kesejahteraan bangsa dan pertumbuhan perekonomian Negara. Di Indonesia kegiatan usaha pencarian dan pengembangan migas tersebut dilaksanakan melalui kerja sama antara pemerintah dan investor berdasarkan Kontrak Bagi Hasil (KBH). Namun, pelaksanaannya kurang optimal dalam memenuhi tujuan yang diamanatkan dalam UUD.

KBH yang dipandang tidak berkelanjutan, karena kebijakan migas belum menampung asas keadilan yang memberikan hak-hak kepada generasi mendatang agar dapat memanfaatkan kekayaan alam. Perubahan keadaan merupakan ancaman terhadap kepastian hukum dan dapat menimbulkan kelangkaan ekonomi yang memicu tuntutan untuk mengubah kandungan keadilan.

Ketidakselarasan antara kontrak dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tuntutan pemerintah akan perbaikan persyaratan komersial kontrak dan perbedaan dalam menafsirkan beberapa ketentuan dalam kontrak telah menambah permasalahan berkaitan dengan kepatuhan pada kontrak.

Gejala tidak terjaminnya kepastian hukum mengisyaratkan perlunya peningkatan apresiasi penyelenggara birokrasi kepada substansi hukum dalam kontrak. Mengingat sifat sumber daya yang tak terbarukan, semua Kontrak Migas di masa mendatang harus dilandasi pada asas berkelanjutan dan pelestarian lingkungan selain mampu mengantisipasi setiap perubahan keadaan dalam menjalankan fungsi hokum sebagai sarana pembangunan dan keadilan dengan kepastian hokum yang dapat dicapai melalui klausul stabilisasi.

Dalam buku ini, Madjedi Hasan merekomendasikan: Kebijakan usaha migas juga meliputi upaya-upaya menghilangkan birokrasi yang berlebihan dengan meningkatkan profesionalisme yang mengedepankan kepemimpinan, kesadaran akan hak dan kewajiban hukum, dan kemampuan menciptakan suasana yang kondusif agar investasi dan alokasi sumber dana dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Kemudia lingkup kontrak diperluas meliputi pengaturan-pengaturan mengenai penerapan teknologi EOR, termasuk pemberian insentif yang ditujukan untuk menjaga agar lapangan-lapangan yang ada rerap berproduksi sehingga pengambilan cadangan menjadi optimal.

Sebagai praktisi di bisnis migas dengan pengalamannya hampir setengah abad di dalam dan luar negeri. Madjedi Hasan berharap kebijakan usaha migas termasuk Kontrak Migas di Indonesia harus disusun dengan asas keberlanjutan yang berwawasan pelestarian lingkunag dan mampu mengantisipasi setiap perubahan keadaan dalam menjalankan fungsi hokum sebagai saran pembangunan. Sebagai pemegang kuasa atas sumber daya alam, Pemerintah harus proaktif mengambil inisiatif untuk beberapa tindakan yang menuju ke usaha yang berkelanjutan dalam menetapkan kebijakan dan melaksanakan kontrak. Nurfahmi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar