Logo Kementerian ESDM |
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum menagih jaminan pelaksanaan wilayah kerja minyak dan gas bumi kepada tujuh kontraktor kontrak kerjasama (KKKS). Akibatnya, negara berpotensi kehilangan penerimaan negara dari pencairan jaminan pelaksaanaan atas KKKS sebesar 11,7 juta dolar AS atau setara dengan Rp 103,4 miliar.
Hal itu diketahui dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) semester I-2011. Dalam LHP itu disebutkan, satuan kerja (satker) Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) ESDM menyajikan realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam Laporan Realisasi Anggaran 2010 sebesar Rp 362,8 miliar.
PNBP tersebut antara lain berasal dari pendapatan jasa tenaga, pekerjaan, informasi, pelatihan, teknologi, penerimaan kembali belanja lainnya dan pendapatan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah.
Salah satu kegiatan pada Ditjen Migas yang dilaksanakan Sub Direktorat Pengembangan Wilayah Kerja Migas Konvensional adalah melakukan penawaran wilayah kerja migas. Setiap badan usaha yang memenangkan lelang wilayah kerja, pada saat penandatanganan kontrak kerjasama wajib menyerahkan bonus tanda tangan (signature bonus) dan menyerahkan Jaminan Pelaksanaan (Performance Bond) yang masa berlakunya 3 (tiga) tahun.
Nilai dari jaminan pelaksanaan ini akan dikurangi setiap tahunnya sesuai dengan komitmen yang telah dilaksanakan berdasarkan rencana kerja dan anggaran tahunan badan usaha yang disetujui BP Migas.
Dari hasil pemeriksaan BPK selama 2009 dan 2010 diketahui, terdapat 42 KKKS dalam bentuk PSC (Product Sharing Contract) dan 16 KKKS CBM (Coal Bed Methan) dan telah dilakukan tanda tangan kontrak. Dari 58 KKKS tersebut, masih terdapat tujuh KKKS belum menyerahkan Jaminan Pelaksanaan minimal sebesar 11,7 juta Dollar AS.
Ketujuh perusahaan KKKS itu adalah, PT Brilliance Energy dengan nilai jaminan pelaksanaan 1,5 juta Dollar AS, PT Northern Yamao Technology Oil Resources (1,5 juta Dollar AS), PT Energi Mineral Langgeng (1,5 juta Dollar AS), Sarmi Papua Asia Oil Ltd (2,72 juta Dollar AS), PT Harpindo Mitra Kharisma (1,5 juta Dollar AS), PT Bumi Hasta Mukti dan Fortune Empire Group Ltd (1,5 juta Dollar AS), dan Amstelco Karapan Pte Ltd sebesar 1,5 juta Dolar AS.
Berdasarkan dokumen yang ditemukan BPK, ketujuh kontraktor tersebut belum melakukan kegiatan eksplorasi sesuai komitmen pada rencana kerja yang ada di dalam kontrak. Ditjen Migas baru melakukan penagihan Jaminan Pelaksanaan untuk 2 KKKS yaitu kepada Konsorsium PT Bumi Hasta-Fortune Empire Group Ltd atas Blok Mandala melalui surat nomor 13496/13/DME/2010 pada 3 Juni 2010, dan kepada Amstecol Karapan Pte Ltd atas Blok Karapan melalui surat nomor 13494/13/DME/2010 pada 3 Juni 2010.
Selain itu, atas pengelolaan jaminan pelaksanaan KKKS yang telah diterima Ditjen Migas belum diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).BPK menyatakan, hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No 35 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Penetapan Dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak Dan Gas Bumi. Bab VI pasal 41 ayat 2 menyebutkan, jaminan pelaksanaan wajib diserahkan kepada Direktur Jenderal (Dirjen) paling lambat pada saat penandatanganan kontrak kerja sama.
Sedangkan ayat 5 menyatakan, peserta lelang wilayah kerja atau penawaran langsung wilayah kerja yang telah menandatangai kontrak kerja sama yang tidak dapat memenuhi kewajibannya melaksanakan komitmen tiga tahun pertama masa eksplorasi (firm commitment), atau komitmen dua tahun pertama masa eksploitasi dan kewajiban keuangan lainnya berdasarkan kontrak kerja sama. Maka berdasarkan pemberitahuan dari Badan Pelaksana, Dirjen mencairkan Jaminan Pelaksanaan dan wajib disetorkan ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Kementerian ESDM juga dinilai melanggar peraturan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) nomor 4, CaLK, paragraf 55 yang menyatakan, Catatan atas Laporan Keuangan harus menyajikan informasi yang diharuskan dan dianjurkan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan lainnya, serta pengungkapan-pengungkapan lain yang diperlukan untuk penyajian wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen lain. Pengungkapan informasi dalam CaLK harus dapat memberikan informasi lain yang belum disajikan dalam bagian lain laporan keuangan.
Menurut BPK, tindakan Kementerian ESDM mengakibatkan, Ditjen Migas berpotensi kehilangan penerimaan negara dari pencairan jaminan pelaksanaan atas KKKS yang tidak melaksanakan komitmen pasti 3 tahun pertama masa eksplorasi, dan Laporan Keuangan (LK) Ditjen Migas dinilai belum mengung kapkan informasi keuangan signifikan yang dikelolanya.
Hal tersebut disebabkan Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas tidak menarik jaminan pelaksanaan dari para KKKS. Dan Dirjen Migas kurang optimal dalam melakukan pembinaan atas pengelolaan jaminan pelaksanaan.
Atas temuan itu, BPK merekomendasikan Menteri ESDM memerintahkan Dirjen Migas untuk terus menagih jaminan pelaksanaan kepada tujuh KKKS tersebut. Dan mengungkapkan pengelolaan jaminan pelaksanaan pada CaLK Kementerian ESDM 2010.
Aparat Penegak Hukum Kurang Follow Up
Alimin Abdullah (Anggota Komisi Energi DPR RI) |
Anggota Komisi Energi DPR RI Alimin Abdullah menilai selama ini aparat penegak hukum kurang aksi nyatanya. “Ini suatu kesempatan yang bagus (Laporan Hasil Keuangan BPK), jadi pemerintah nggak bisa sembarangan lagi untuk lelang WK Migas, tapi sayang percuma saja dibongkar oleh BPK namun tidak ada follow up,” kesalnya.
Banyak di negara ini, sambung Alimin, ada temuan penyelewengan tapi tidak terbukti dan dikembalikan kerugiannya. “Itu kan hak negara, kemana uangnya? Di negara ini, banyak yang menggunakan uang negara tanpa izin rakyat, banyak yang diaudit tapi penjahat juga ternyata lebih lihai, mungkin ada ilmu menutup mata,” candanya sambil terkekeh-kekeh kepada indoPetro di Gedung DPR, di sela-sela Rapat Tertutup Komisi VII, (15/11).
Ditjen Migas Membantah Jaminan Pelaksanaan Bukan PNBP
Saat ditemui indoPetro di Gedung ESDM, (21/11), Sekretaris Dirjen Migas Edi Purnomo mengakui tidak tahu banyak atas kasus ini. Menurutnya, memang sering terjadi perbedaan persepsi antara aparat penegak hukum dengan lembaga negara yang mengurus Migas. Kemudian Edi melempar kewenangan kepada Kepala Sub Direktorat Pengembangan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi Konvensional, Naryanto Wagimin. “Coba tanya Pak Naryanto saja yang lebih paham datanya,” ujar Edy sambil memanggil Naryanto di belakangnya.
Sementara Naryanto mengatakan jaminan pelaksanaan bukan termasuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). “Jaminan pelaksanaan itu terkait pekerjaan, kita sudah alihkan ke kas negara,” ujarnya. Menurutnya, tidak ada kerugian negara dalam hal ini karena setiap ada bonus tandatangan WK Migas (signature bonus), selalu dilimpahkan kantor Piutang Negara.
Jadi salah besar istilah kerugian negara dari BPK, tambah Naryanto, menurutnya kriteria PNBP dalam Migas ada dua: pembelian dokumen dan bonus tanda tangan. “Tinggal dua KKKS yang belum menyetor, PT Brilliance Energy dan satu lagi saya lupa. Kalau tidak ada itikad baik, kita akan terminasi kontraknya,” tegasnya.
Atas permasalahan tersebut Dirjen Migas menyatakan, keterlambatan pemberian Jaminan Pelaksanaan dikarenakan, untuk PT Brilliance Energy, pengumuman pemenang tender dengan penandatanganan kontrak kerja sama hanya berjarak 5 hari, sehingga Performance Bond tidak dapat diserahkan sebelum atau pada saat penandatanganan kontrak kerja sama karena masih dalam proses pembuatan di bank.
Untuk PT Northern Yamano Technology East Pamai, PT Energi Mineral Langggeng, Sarmi Papua Asia Oil Ltd, dan PT Harpindo Mitra Kharisma, pengumuman pemenang tender dengan penandatanganan kontrak kerja sama hanya berjarak 6 hari, sehingga Performance Bond tidak dapat diserahkan sebelum atau pada saat penandatanganan kontrak kerja sama karena masih dalam proses pembuatan di bank.
Tak tinggal diam, Ditjen Migas telah melaksanakan penagihan kepada tujuh perusahaan KKKS tersebut dan mengirimkan surat pemberitahuan kepada BP Migas untuk melaporkan pelaksanaan komitmen eksplorasi tujuh KKKS tersebut.
Menteri ESDM telah membuat rencana aksi dalam rangka menindaklanjuti masalah ini, yaitu memerintahkan Dirjen Migas melalui nota dinas nomor 0300/07/SJN/2011 pada 12 Mei 2011, supaya terus menagih jaminan pelaksanaan kepada tujuh KKKS tersebut, dan mengungkapkan pengelolaan jaminan pelaksanaan pada CaLK Kementerian ESDM 2010. Nurfahmi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar