Senin, 03 Oktober 2011

Sejarah Jajah Dan Perlawanan Yang Tersisa Etnografi Orang Rimba di Jambi

Petro Resensi
Sejarah Jajah Dan Perlawanan Yang Tersisa
Etnografi Orang Rimba di Jambi
Adi Prasetijo, Jakarta, Penerbit Wedatama Widya Sastra, Juni 2011.
Foto: Adi Wijaya


Keberlangsungan Industri hulu migas Indonesia sangat bergantung terhadap harmonisasi antara P3: Planet (alam),Profit (keuntungan), dan People (manusia). Untuk perusahaan migas, adaptasi lingkungan dan adat pada daerah operasional migas yang dinaunginya merupakan harga mati.

Dalam peta sosial perusahaan, mereka harus bisa memahami nilai, kebiasaan, peringai, perilaku dan norma yang berlaku dalam wilayah kerjanya. Indonesia sebagai Negara kepulauan, yang sangat beragam suku, bahasa dan adat istiadatnya menjadi catatan khusus bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang beroperasi di daerah pedalaman, karena mereka akan bersosialisasi dengan suku pedalaman daerah tersebut.


Buku hasil karya Tesis Adi Prasetijo, seorang aktivis LSM lingkungan dan pemberdayaan pembangunan lokal ini sangat perlu dibaca oleh siapapun yang ingin mengetahui lebih lanjut mengenai etnografi kehidupan Orang Rimba atau Suku Anak Dalam di Jambi. Serah naik jajah turun merupakan perlambangan dari hubungan dominasi minoritas antara Orang Rimba dan Orang Melayu. 
Pengalaman penulis yang telah beberapa tahun tinggal bersama dengan komunitas Orang Rimba sangat memperkaya penggambaran informasi dan kejadian pada kehidupan Orang Rimba itu sendiri dan lingkungan yang mempengaruhinya. Haruskah mereka tetap menjadi Orang Rimba atau memilih untuk tidak diakui sebagai Orang Rimba.

Berbekal pengalaman bekerja sebagai tenaga local dalam suatu projek untuk Orang Rimba di Jambi dalam suatu Non Government Organization (NGO) local (Warsi) selama beberapa tahun, Adi mencoba bergulat dengan pencarian jati diri Orang Rimba dalam menghadapai semua tuntutan perubahan hidup.

Aktivis Indonesia Center Sustainable Development (ICSD) ini menjelaskan dalam bukunya, penggolongan identitas Orang Rimba digunakan ketika berhadapan dengan Orang Rimba lainnya, dan identitas agama Islam digunakan ketika berhadapan dengan Orang Melayu yang mempunyai kesamaan identitas, dan dengan demikian interaksi sosial diharapkan dapat terjalin dengan baik ketika berhadapan dengan pedoman dan latar belakang yang sama.

Penggolongan orang Melayu oleh Orang Rimba mengacu pada penggolongan sukubangsa yang identik dengan penggolongan agama Islam, artinya bahwa Orang Rimba memandang orang Melayu sebagai orang Islam, dan memandang orang Islam sebagai Melayu. Lebih jauh lagi bahwa Orang Rimba memandang orang yang bukan Orang Rimba sebagai orang Melayu dan orang Islam. Nurfahmi

1 komentar: