Pemuda penolong penyeberang jalan depan Stasiun Tanjung Barat Jakarta Selatan - Foto: Nurfahmi Budi Prasetyo
Sambil memegang rokok, tangan kirinya
mengacung tinggi untuk menyetop laju kendaraan yang rata-rata
berkecepatan diatas 60 km/jam. Pria itu bernama Maulana Irham. Jangan
mengira dia adalah saudara Nazriel Irham alias Ariel Noah karena memang
hanya mirip nama belakang saja.
Pemuda 30 tahun itu berasal dari Depok Baru. Sehari-hari sekitar sore hingga malam–jam pulang kantor, Maulana membantu orang menyeberang jalan di Stasiun Tanjung Barat. Tangan kanannya patah sejak usia 10 tahun karena jatuh dari kereta. saat itu ia ditolong seorang tentara. Berkali-kali diobatin, lukanya tak kunjung sembuh hingga sekarang usianya menginjak kepala tiga. Makian pengendara mobil sering didapatkannya karena Maulana selalu mendadak memberhentikan laju kendaraan yang sangat kencang. “Woiyy! Jangan mendadak, mati kau nanti!” teriak seorang pengendara sedan dengan logat Batak kepada Maulana saat disetop tiba-tiba olehnya. Maulana tetap santai, ia hanya ngedumel pelan, “Biarin dah gue orang miskin dimarahin mulu sama orang kaya. Yang penting gue bisa nolong orang,” gerundelnya. Saya yang beberapa kali memerhatikan aksi heroik bin konyol ini penasaran dan menghampiri dirinya. Sedikit-dikit saya mengorek latar belakang kehidupannya dengan memberikan uang rokok sebagai salam kenal saya dengannya. Maulana mengaku pernah bercita-cita menjadi polisi dari kecil. Namun hidup dengan ekonomi pas-pasan, membuat ia hanya bisa bersekolah sampai SD. Penggemar Klub Bola FC Barcelona ini memang nekat membantu menyeberangkan jalan para pejalan kaki yang berasal dari Stasiun Tanjung Barat, Jakarta Selatan dengan alasan kasihan melihat mereka yang selalu menunggu lama ketika ingin menyeberang. Itu semua akibat arogansi pengendara di jalan raya yang merasa jalan di depan stasiun itu adalah arena balap sirkuit F1.
Pasalnya, sudah jelas dipasang rambu
untuk berjalan pelan karena ada penyeberang jalan, bikers dan supir pun
tetap tidak menghiraukannya.
Memang tidak sepenuhnya salah mereka para
pengendara kendaaraan bermotor, karena jalanan itu sangat lebar dengan
trak lurus.
Dan bukan salah penyeberang jalan juga serta si Maulana yang selalu ‘gerah’ melihat arogansi pengendara mobil maupun motor yang kerapkali tidak mau berjalan pelan untuk mengizinkan penyeberang jalan menyeberang. Terus kalau sudah begini, siapa yang salah? Apa salah PT KAI yang tidak membangun jembatan penyeberang jalan? Atau tanggung jawab Pemprov DKI yang katanya ingin membangun jembatan penyeberangan Okober ini, buktinya masih molor juga sampai akhir bulan ini. Seperti diberitakan beritajakarta.com, selain di Tanjung Barat, menurut Mardanus, Kepala Seksi Rekayasa Lalu Lintas Suku Dinas Perhubungan Jakarta Selatan, rencananya tahun depan juga akan dibangun Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di daerah Stasiun Lenteng Agung. Pembangunan jembatan di wilayah itu merupakan respon atas aspirasi warga yang ingin terjamin keselamatannya. “Bukan hanya pejalan kaki yang memintanya, tapi pengendara juga meminta JPO dibuat di situ agar arus lalulintas bisa lebih lancar,” ungkapnya. “Karena selama ini aktivitas penyeberangan dari dan akan ke Stasiun Lenteng Agung, menjadi salah satu penyebab tersendatnya lalulintas,” ujar Mardanus. Ya, semoga dengan dibangunnya JPO, jalanan sekitar Tanjung Barat, Lenteng Agung bisa mengurangi kemacetan di Jakarta. Seperti diketahui, Stasiun Lenteng Agung, Tanjung Barat, Pasar Minggu, dan sebagainya merupakan titik kemacetan terparah setiap berangkat maupun pulang kerja. Karena disanalah penyeberang jalan ‘menyemut’ dan sudah ditunggu manis oleh angkot dan Bis Kopaja yang seenaknya saja ngetem di tengah jalan. |
"Meninggalkan jejak peradaban dengan karya, tulisan dan petuah bijak. Hanya sang pemenanglah yang bisa menorehkan tinta emas dalam jejak peradabannya"
Kamis, 13 Desember 2012
Sumpah! Pemuda Penolong Penyeberang Jalan kok disumpahin?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar