Kamis, 07 Juli 2011

Timur Tengah Bergejolak, Bagaimana Harga Minyak Indonesia?

karikatur: inilah.com
Masih ingat peristiwa menegangkan antara militer dan massa pendukung Presiden Mesir Hosni Mubarak, dengan massa yang anti terhadap rezim yang telah berkuasa selama 30 tahun? Aksi selama 18 hari menurunkan Presiden Mesir Husni Mubarak, akhir Januari hingga pertengahan Februari 2011 lalu meresahkan pedagang minyak dunia. Mereka khawatir bahwa situasi di Mesir akan mempengaruhi pasokan minyak mentah di Terusan Suez. Terusan ini merupakan rute pelayaran kunci melalui Mesir yang menghubungkan laut antara Eropa dan Asia. Hal ini memungkinkan perjalanan kapal yang lebih aman dan lebih cepat antara dua daerah tanpa harus berlayar melalui wilayah Afrika. 

Meskipun Mesir bukanlah penghasil minyak mentah yang utama, melalui terusan Suez setiap hari 2,4 juta barel minyak mentah dibawa. Jumlah ini kurang lebih sama dengan produksi Irak atau Brasil. Seperti diketahui, setelah Mesir bergejolak, disusul kemudian Libya dengan serangan terhadap Moammar Khadafi. Kemudian, kisruh politik di dalam negeri merembet hingga Timur Tengah: Yaman, Syiria, Tunisia, dan Bahrain.

Arif Budimanta Anggota Komisi XI DPR RI menganggap kasus Timur Tengah belum terlalu signifikan terhadap kenaikan minyak dunia, karena produsen-produsen minyak negaranya masih stabil. “Kalau Mesir cadangannya masih kecil, yang besar itu Irak, Iran, dan Arab Saudi, jadi kenaikan minyak lebih terhadap trend, di Barat lagi musim dingin, orang butuh  energi lebih banyak,” jelasnya. Menurut Arif,  kenaikan minyak dunia belakangan ini hanya siklus saja, lima tahun terakhir kalau melihat harga minyak periode ini tinggi itu karena musim salju, nanti juga turun lagi menurut prediksi Arif

Sedangkan jika merujuk terhadap isu kenaikan BBM belakangan ini, Arif menjelaskan menurut APBN sebenarnya sudah menyebutkan tentang Pasal 7 ayat 3 APBN 2011, UU No 10 Tahun 2010. “Dalam hal perkiraan harga rata2 minyak mentah Indonesia dalam 1 tahun mengalami kenaikan lebih dari 10 persen dari harga yang diasumsikan APBN 2011, Pemerintah diberikan kewenangan untuk melakukan penyesuaian menaikkan harga BBM bersubsidi, termasuk dalam hal ini premium,” ujarnya.

Arif menambahkan, karena BBM merupakan komoditas penting yang berakses terhadap banyak sendi perekonomian, tentunya jika ada kenaikan BBM akan meningkatkan penerimaan negara dan bagi hasilnya. Namun karena kita juga importir minyak pasti akan menambah beban biaya untuk menambah subsidi dalam negeri, baik itu BBM, gas, dan pastinya pupuk akan naik juga.  

APBN seharusnya selain memiliki fungsi alokasi juga memiliki fungsi distribusi dan stabilisasi. "Kalau kemudian inflasi tidak dapat dikendalikan, dan stabilisasi harga tidak dapat tercapai apa gunanya APBN dan berbagai subsidi yang dimintakan dan direncakan oleh pemerintah," jelas Arif.

Menurut dia, pemerintah selama ini melihat ketidaksesuaian target APBN dan ini berarti bukan bagian dari kinerja. Padahal UU 17 tahun 2003 sudah jelas dikatakan bahwa anggaran itu harus berbasis kinerja. 
Berbeda dengan Arif di tempat terpisah, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Evita H. Legowo mengatakan, salah satu pendorong naiknya harga minyak adalah keputusan OPEC untuk tetap menahan tingkat produksi pada level kuota saat ini: yaitu 24,845 juta barel per hari (bph). ’’Info dari OPEC juga menyebut, harga meningkat bukan karena fundamental pasar, tapi ulah spekulan. Karena itu, OPEC enggan beraksi (menaikkan produksi),’’ ujarnya.

Menurut Evita, selain ulah spekulan, naiknya harga minyak dunia disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya, terhentinya suplai minyak dari jalur pipa Trans-Alaska yang menyalurkan 12 persen produksi minyak mentah AS. "Ini akibat terjadinya kebocoran pada awal Januari 2011," katanya.

Selain itu, musim dingin yang masih berlanjut di sejumlah wilayah di belahan bumi bagian utara (Eropa, AS, dan Kanada) yang berdampak pada peningkatan konsumsi produk minyak, terutama heating oil. Juga, meningkatnya kekhawatiran pasar akan terjadinya hambatan suplai minyak melalui Terusan Suez yang disebabkan oleh ketegangan politik di Mesir.

Evita menyebutkan, peningkatan harga minyak mentah juga disebabkan oleh perkiraan meningkatnya permintaan minyak mentah dunia oleh IEA (International Energy Agency), EIA (Energy Information Administration), dan OPEC. IEA, kata dia, dalam laporan Januari 2011 memperkirakan permintaan minyak global untuk 2011 sebesar 89,1 juta barel per hari, meningkat 1,4 juta barel per hari daripada 2010 yang ditopang pemulihan ekonomi global dan musim dingin yang masih berlangsung di belahan bumi utara.

Sementara itu, EIA dalam laporan bulan Januari 2011 memperkirakan pertumbuhan konsumsi minyak global rata-rata 1,4 juta barel per hari pada 2011 yang ditopang oleh konsumsi negara-negara non OECD, khususnya Tiongkok, Timur Tengah, dan Brazil. "OPEC dalam laporan Januari 2011 memperkirakan pertumbuhan permintaan minyak global 2011 sebesar 1,2 juta barel per hari, ditopang oleh pemulihan ekonomi global yang terus berlanjut," terangnya.

Menurut Evita, harga minyak internasional mempengaruhi harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP). Data menunjukkan, harga rata-rata minyak mentah Indonesia pada Januari 2011 berdasar perhitungan formula ICP mencapai USD 97,09 per barel, naik USD 5,72 per barel, jika dibandingkan dengan harga rata-rata Desember 2010 yang sebesar USD 91,37 per barel. "Sedangkan harga minyak nasional/SLC mencapai USD 99,82 per barel, naik USD 6,01 per barel daripada Desember 2010 yang mencapai USD  93,81 per barel," ujarnya. Nurfahmi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar