Sabtu, 21 April 2012

Diary Seorang Relawan BUMN Peduli (2)

Program Penanganan Kemiskinan
DKI Jakarta
( P2K DKI BUMN )
Ayo Bersatu Berdayakan Bangsa Menuju Adil & Makmur...!


Jumat, 6 April 2012, Pegangsaan.

Hari ini tanggal merah, dimana Umat Nasrani memeringati Paskah. Namun bukan merupakan hari libur bagi kami Relawan BUMN Peduli. Memang libur kali ini berkah bagi banyak orang pekerja, mahasiswa dan masyarakat lainnya. Dimana: Jumat, Sabtu, dan Minggu merupakan long weekend untuk kedua kalinya dalam awal 2012 ini. Tentunya teman-teman sejawat kami yang tidak mengikuti program BUMN Peduli  sedang menikmati liburan, namun itu tidak menyurutkan semangat kerja sosial kami.

Beberapa ruas jalan Jakarta terlihat lengang. Cuaca pagi ini juga tidak terlalu panas. Kebetulan malam hari nya hujan. Kami melanjutkan diskusi yang belum selesai semalam. Kembali dengan narasumber ‘super’ kami,  Ketua RT 14, Bapak Untung. Kami memanggilnya Abang, walaupun usianya terpaut dua puluh tahun lebih tua dari kami. Selain wajahnya yang masih terlihat muda, rambutnya juga masih hitam dan tidak terlihat sehelai uban pun. Bang Untung setia meladeni bertubi-tubi pertanyaan kami seputar warga di RT nya. Usianya 49 tahun, semangat kerja Bang Untung yang ‘gesit’ memompa kami untuk giat menyisir rumah –rumah warga.  

Tak terasa diskusi kami bersama Pak RT dari pagi sudah berlangsung lama. Terdengar nyaring bunyi toa Musholla yang menyetel kaset pengajian sebelum Jumatan. Ya, sekarang sudah jam 10, sebentar lagi Sholat Jumat bro! Spontan kami segera bergegas menyisiri rumah warga. Bang Untung menjadi gaet andalan kami. Di setiap jalan warganya selalu menyapa. Sungguh tepat status Ketua RT teladan disematkan padanya, selain menyapa warganya duluan, Bang Untung selalu melempar joke. “Et dah, rajin amat pak dah rapi, baru jam berape, mo gelar tiker?” sapa Pak RT kepada salah satu warganya yang sudah siap ke masjid dengan logat Betawi yang kental.

Di setiap rumah Bang Untung selalu menginfokan mana tokoh masyarakat, mana guru ngaji mana tukang sate Padang Pariaman terkenal se Cikini yang sering diliput TV dalam acara kuliner. Langkah kami berhenti lama di setiap sumur atau wc bersama warga. Ada tiga sumur dalam RT 14. Tidak ada pintu, hanya tembok setinggi kepala orang dewasa yang membatasinya. Di sumur itu ‘numplek’ jadi satu: nyuci, mandi, dan buang air.

Kami melanjutkan penyisiran gang senggol yang hanya muat dua orang dewasa. Ada Ibu Minah yang memanggil kami dari kejauhan, beliau mengajak kami untuk mampir. “Mampir dek, ini suami saya. Sehari-hari saya yang cari duit, suami udah nggak bisa ngapa-ngapain lagi. Tuh liat kulitnya bercak-bercak,” seloroh Bu Minah terharu.

Memang terlihat suaminya Pak...hanya duduk meratapi nasib. Sekujur tubuhnya seperti melepuh. Entah apa penyakitnya. Sudah dua bulan belakangan penyakitnya tak kunjung sembuh. Pernah dibawa ke RSCM, tapi karena tidak ada biaya, sudah tidak pernah diobati apa pun lagi.

*Pulang ke rumah RT dan bersiap Jumatan*

Selesai Jumatan, Bu RT sudah menyiapkan masakan buat kami. Karedok dan ayam goreng lengkap dengan sambal terasinya. Sembari makan kami membuat quesioner untuk warga. Terlampir pertanyaan seputar aktifitas, usia, dan pendapatan setiap KK. Ada 159 Kepala Keluarga. Selesai makan kami dibantu Bu Titiek, kader RT menyebar lembaran survei ke setiap KK.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar