Selasa, 01 November 2011

“Klowor”nya Menteri Kami



Dahlan Iskan usai dilantik menjadi Menteri BUMN-Foto: TribunNews

Sepatu kets kesayangan menjadi “sahabat setia” sepasang kaki Pria setengah baya itu. Di saat semua pejabat pembantu Presiden yang akan dilantik berlomba tampil senecis mungkin, Menteri satu ini tampil apa adanya.

Sehari sebelum Kabinet genap berusia 7 tahun, 19 Oktober 2011, pagi itu SBY melantik Menteri hasil kocok ulang. Ada yang berbisik ke Mensesneg Sudi Silalahi, “Kok bisa Menteri itu (BUMN) tidak bersepatu resmi (kulit hitam)?” bisiknya. Sudi menjawab ringan: tidak ada aturan resmi mengenai itu, yang penting sopan.

Kurang-lebih seperti itu dialog antara Sudi Silalahi dengan Menteri X, seperti yang diceritakan Dahlan Iskan (orang yang sedang menjadi bahan gunjingan ketika itu) dalam sebuah acara talkshow di TV swasta. “Dengan jawaban Pak Sudi seperti itu, saya seakan mendapat pembelaan. Karena Presiden juga tidak komplain kok,” ujar Bos Jawa Pos Group sumringah.

Dahlan yang menggantikan Mustafa Abu Bakar sebagai Menteri BUMN baru memang tidak berubah sedikitpun. Ketika menjadi Dirut PLN, Ia juga tampil diluar kelaziman pejabat: “klowor”, dan terkesan tidak ada tampilan borjuis.

Makna klowor disini, Dahlan Iskan dalam penampilannya selalu cuek bebek. Secara harfiah, klowor sering digunakan orang Solo dan sekitarnya—kegedean kelambine (baca-kegedean bajunya).

Lihat saja gaya duduknya: kedua tangan dikekep ke dalam jepitan pahanya, celananya yang ngatung menonjolkan lipatan kaos kaki dan sepatu kets putih tentunya. Dahlan tidak pernah mencitrakan dirinya gagah dan berwibawa, terlihat posisi badannya yang membungkuk dan muka innocent seperti anak (maaf) “autis”. Ketika berbicara agak cengengesan, pokoknya ndak ada wibawanya blas. Tapi disitulah mungkin letak kelebihan bekas wartawan Tempo ini.

Gaya “urakan” ala wartawan inilah yang membentuk karakter “alergi” protokoler, formal, dan out of the box. Gaya seperti ini yang tidak birokratis, dan tentunya disukai wartawan.

Saban hari ketika masih jadi Bos PLN, Ia selalu jalan kaki selama 1 jam dari rumahnya di kawasan Sudirman sampai ke Trunojoyo. Sekarang sebagai Pimpinan tertinggi “Geng Plat Merah”, Ia sedang mencari rute terdekat dari rumahnya sampai ke Gedung Kementerian BUMN di  Medan Merdeka.

Korup Absolut
Di tengah budaya korupsi yang sangat akut. Gaya hidup pejabat yang bergelimang harta dalam jubah kemewahan VVIP, rentan sekali akan benih-benih korup. Tak bisa dipungkiri, Soekarno Muda yang gagah, idealis, revolusioner dan tidak diragukan lagi jiwa nasionalismenya; mulai luntur saat Soekarno beranjak tua. Soekarno tua yang “ketagihan” akan kemewahan Istana, dengan fasilitas RI 1, dan kegermelapan lainnya; menasbihkan dirinya sebagai Presiden seumur hidup (Dekrit 1959). Saat tuntutan perut sudah terpenuhi (materialisme), maka berbanding lurus dengan kebutuhan di bawah perut (hedonisme).

Alhasil, status sebagai suami beristri banyak harus berlaku adil terhadap semua istrinya. Soekarno tua tidak lagi garang seperti Soekarno muda. Begitu-pun Soeharto muda yang beringas menumpas PKI, dan berhasil mendisain sejarah emasnya sebagai pahlawan pembangunan seakan sirna setelah kematian Bu Tien. Soeharto senja (usia lanjut), mulai memikirkan bagaimana memanjakan keinginan anak-anaknya. Tak pelak, budaya hidup elit pejabat menggurita menjadi gaya hidup baru bernama “KKN”.

Ditambah lagi pasca reformasi, korupsi berjamaah sudah tidak lagi tersentral di Jakarta. Virus KKN mulai menjalar ke daerah, setelah keran desentralisasi dibuka lebar. Saat ini kebanyakan elit lebih ‘survive’ menjadi Kepala Daerah dibandingkan anggota DPR atau Komisaris BUMN. Itu karena Gubernur, Walikota, Bupati mendapat “red carpet service” di daerahnya. Ia menjadi raja kecil, maka tak heran banyak anggota DPR yang sudah nyaman dengan kursinya, lebih memilih mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah di tengah jalan sebagai anggota Dewan Yang Terhormat.

Cukuplah sudah masa lalu yang kelam menjadi pembelajaran. Mari kita buka lembaran baru dengan hidup sederhana. Dahlan Iskan dan Wamen ESDM Widjajono Partowidjagjo sudah memberi contoh kepada kalian wahai pejabat-pejabat yang terhormat. Hidayat Nurwahid dan La ode Ida juga pernah mengembalikan mobil dinas pimpinan Dewan saat periode lalu.

Teladan Dahlan Iskan (Anti) Kemapanan

Ahmadinejad (baju robek)
Saya melihat sosok Mahmoud Ahmadinejad, Presiden Iran dalam gaya hidup sederhana Dahlan Iskan. Presiden Iran itu sangatlah merakyat: jas nya lusuh, bajunya itu-itu saja, bahkan terlihat bolong di ketiaknya. Saat menikahkan anaknya, Ia tidak menggelar pesta yang mewah. Terlihat, serah-serahan yang sangat sederhana, Presiden yang ditakuti AS itu duduk lesehan bersama tamu-tamu lain.

Bahkan, makanan sehari-harinya di kantor PresidenIa selalu membawa bekal masakan istrinya yang dibungkus alakadarnya. Gajinya tidak pernah diambil, mobilnya butut, Istana Presidennya sekelas kantor pos di Indonesia tempo dulu. Tidak ada pendingin ruangan, apalagi pagar mewah berlapis emas, dan protokolernya juga tidak “selebay” Paspampres Indonesia. Padahal darahnya halal bagi Israel dan Amerika, namun karena Ia Punya Tuhan, Ahmadinejad tidak pernah takut ada teroris atau oposisi yang akan menyerangnya kapan saja.

Akhir kata, teladan Dahlan sangat perlu dikloning pejabat lain, di tengah krisis moral dan integritas negeri ini. Semoga ada Dahlan-Dahlan lain, yang tidak gelap mata saat menjadi pejabat.

Tapi jangan juga berlagak kere, seperti yang disandiwarakan Pimpinan Badan Anggaran DPR saat memenuhi panggilan KPK terkait kasus mafia anggaran proyek infrastruktur transmigrasi. Dengan menunggangi Avanza, 4 jagoan penyetor brankas partai itu terkesan sederhana, dengan harapan tudingan mafia anggaran  yang ditujukan ke Banggar salah alamat alias alamat palsu.

Nurfahmi Budi Prasetyo, Bendahara Umum Badko HMI Jabotabeka Banten 2010-2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar